Wow! Sudah 2016.
Janji-janji batin untuk menulis di tahun lalu sirna begitu saja. Sepertinya dikarenakan
tidak terlalu banyak yang bisa ditulis, atau terlalu banyak sampai bingung
sendiri. Atau mungkin kemalasan yang menunda. 2015 banyak sekali memang hal yang terjadi. Saya memutuskan untuk
mengambil pekerjaan dalam bentuk paruh waktu. Memulai usaha kecil bersama
teman & teman. Menjadi manajer senang-senang untuk band ukulele yang jenaka. Dan menikah. Yep,
membina hubungan di level yang menurut saya ajaib.
Semuanya terasa baru,
dan menyenangkan. Keputusan untuk mengambil pekerjaan paruh waktu sebenarnya
didasari kelelahan menempuh perjalanan dari pinggiran kota ke ibu kota. Waktu terbuang
percuma dan produktifitas saya cenderung rendah. Setelah berjalan hampir
setengah tahun terkadang saya memang rindu kubikal dan ramenya suasana makan
siang kantoran. Tapi ketika mengingat “rame”nya di jalanan dan drama urusan
kantor, saya bersyukur memilih pekerjaan ini. Awalnya tidak mudah, saya yang
terbiasa bekerja rutin baik jam maupun timeline bekerja mau nggak mau harus
membiasakan diri. Bisa bangun siang, tapi kerjaan menumpuk. Yah, hal-hal semacam
itu masih harus belajar banyak.
Dan dipenghujung 2015
kemarin, saya dan E pun menikah. Tidak terlalu banyak yang bisa diceritakan
bagaimana kami akhirnya memutuskan untuk menikah. Tidak ada acara romantis “bend
on his knees” dan teriakan histeris “i do”. Ketika saya dan E memutuskan untuk
menikah, kami berdua sadar bahwa kami harus “conscious” saat melakukannya. Tidak
mendramatisir keadaan dengan menambahkan romantisme-romantisme sendu dan sejenisnya.
Bukan berarti tidak indah. Indah, tapi mungkin dalam level yang tidak umum.
Setelah beberapa bulan hidup di bawah satu atap kami sadar bahwa kami berdua
ajaib. Dan pernikahan adalah salah satu hal yang ajaib. Tidak ada janji-janji atau
komitmen yang muluk-muluk layaknya pengantin baru. Kami berdua sadar, bahwa
perjalanan luar biasa menanti kami di masa depan. Banyak sekali rencana dan
mimpi-mimpi, baik secara individu maupun kolektif yang ingin kami capai, dan tidak banyak yang bisa diucapkan
selain “one step at a time”. Ini kemudian menjadi filosofi baru di rumah kami. Kami memutuskan untuk mencerna, menikmati pelan-pelan, kehidupan baru kami berdua. Tidak ada
yang perlu diburu-buru. Kami punya seluruh waktu bersama untuk mewujudkan mimpi
dan menikmati keajaiban yg kami pilih.
No comments:
Post a Comment